¹Rahmat Harfi Wirayanu,²Slamet Tri Wahyudi,³Handar Subhandi Bakhtiar

^1,2,3Law Study Program Master Program Faculty of Law, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, Jalan RS. Fatmawati Raya, Pd. Labu, Kec. Cilandak, Kota Depok, Jawa Barat

DOI : https://doi.org/10.47191/ijsshr/v7-i06-68

Google Scholar Download Pdf
ABSTRACT

Corruption crimes are not only carried out by civilians, but also occur in the military, namely the TNI (Indonesian National Army). In this situation, the civil society in question is all people, both those who work in the government and those who receive wages from the state. It is said that the TNI can commit corruption because the TNI is one of the subjects of the Corruption Eradication Law. The reason reformulation efforts are needed to regulate connectivity in cases of criminal acts of corruption is that there is a specificity given because the criminal act is different from other criminal acts in general. In terms of crime, eradicating corruption must be carried out in extraordinary ways. The ideal formulation for regulating connectivity in the case of criminal acts of corruption is that the connectivity mechanism as regulated in statutory regulations is felt to have several shortcomings, including requiring a long time, so it is felt that it ignores the principles of simple, fast and low-cost justice. So in this case the investigator prefers a split examination even though the connectivity mechanism is a mechanism that can make the case handling process into a complete series of connectivity examinations that can achieve justice for perpetrators from different jurisdictions.

KEYWORDS:

Reformulation, Regulation, Connectivity, Corruption..

REFERENCES
Book:
1) Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2016).

2) Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia (Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya), (Bandung: PT. Alumni, 2007).

A. Zainuri, Akal Kultural Korupsi di Indonesia, (Depok: Cahaya Baru, 2007).

3) Romli Atmasasmita, Sistem Peradilan Pidana Kontemporer, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010).

4) Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015).

5) Buchari Said, Sekilas Pandang Tentang Hukum Pidana Militer (Militair Strafrecht), (Bandung: Fakultas Hukum Universitas Pasundan, 2008).

6) Romli Atmasasmita, Korupsi, Good Governance Dan Komisi Anti Korupsi di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI, 2002).

7) Sustandyo Wignyosubroto, Hukum dalam Masyarakat, Perkembangan dan Masalah, Sebuah Pengantar Kearah Kajian Sosiologi Hukum, (Malang: Bayu Media Publishing, 2008).

8) SR Sianturi, Hukum Pidana Militer di Indonesia, (Jakarta: Alumni Ahaem Petehaem, 1985).

9) Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007).

10) Marwan Effendy, Peradilan in Absentia dan Koneksitas, (Jakarta: Timpani Publishing, 2010).

11) Andi Sofyan & Abd Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Yogyakarta: PT Rangkang Education, 2013).

12) Moch. Faisal Salam, Peradilan Militer di Indonesia, (Bandung, Mandar Maju, 2004).

13) Sumaryanti, Peradilan Koneksitas di Indonesia: Suatu Tinjauan Ringkas, (Jakarta: Bina Aksara, 2007).

Scientific Work:
1) Poli R.K, Pertanggungjawaban Bagi Anggota Militer Yang Melakukan Tindak Pidana Gratifikasi. Lex Privatum, 5(10), 2017, hlm. 19-26. Retrieved from https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ lexprivatum/article/view/18741

2) Utami N. S. B., & Supriyadi, Yurisdiksi Peradilan Terhadap Prajurit Tentara Nasional Indonesia Sebagai Pelaku Tindak Pidana. Yustisia Jurnal Hukum, 3(2), 2014, hlm. 100–107. Retrieved from https://doi.org/10.20961/ yustisia.v3i2.11102.

3) Ermansyah Djaja & Tarmizi, Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi: Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/Ppu-Iv/2006, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010).

Legislation:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

2) Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

7) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer.

8) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

9) Peraturan Panglima TNI tahun 2006 tentang Petunjuk Teknis Penyelesaian Perkara Pidana di Lingkungan Oditurat.

Other Sources:
1) Edward Febriyatri Kusuma, Dihukum Seumur Hidup, Ini Modus Brigjen Teddy Korupsi Dana Alusista, https://news.detik.com/berita/, diunduh 20 September 2023, Pukul 10.00 WIB.

2) http://repository.unpas.ac.id/36522/5/BAB%20III. pdf, diunduh 20 September 2023, Pukul 10.00 WIB.

3) Beniharmoni Harefa, KPK Tak Perlu Minta Maaf Kabasarnas Jadi Tersangka, https://hukum.upnvj.ac.id/kpk-tak-perlu-minta-maaf-kabasarnas-jadi-tersangka/, diakses Tanggal 10 Februari 2024.

4) Parluhutan Sagala, “Tinjauan Putusan terhadap Penyimpangan Ketentuan Hukum Acara Pemeriksaan Koneksitas”, http://www.dilmil-jakarta.go.id/?p=2906, Pada Tanggal 2 Maret 2024, Pukul 22.08 WIB

Volume 07 Issue 06 June 2024