Volume 07 Issue 07 July 2024
1Eka Maina Listuti, 2Beniharmoni Harefa, 3Slamet Tri Wahyudi
1,2,3Master of Law, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
DOI : https://doi.org/10.47191/ijsshr/v7-i07-46Google Scholar Download Pdf
ABSTRACT
This research identifies, analyzes, and reformulates the juridical basis for the application of Justice Collaborators in murder based on Law No. 31/2014, as well as explaining the requirements and legal protection for Justice Collaborators in murder cases, reviewing the requirements and their application in legal practice in Indonesia. This research uses a normative juridical approach, namely by examining/analyzing secondary data in the form of legal materials, especially primary legal materials and secondary legal materials, by understanding law as a set of positive rules or norms in the legislative system that regulates human life. The results of the study that Justice Collaborator (JC) is an individual who is involved in a criminal act but not as the main perpetrator, and who is willing to cooperate with law enforcement to uncover larger and organized crimes. JCs have an important role in providing significant and reliable information to help law enforcement uncover major crimes. In Indonesia, JC status is regulated in various legal regulations agreed upon by the Ministry of Law and Human Rights, Attorney General's Office, Police, KPK, and LPSK. The protection of JCs is crucial, covering personal, family, and property security, as well as other rights such as a new identity and legal protection. Existing regulations allow JCs to be granted leniency or other benefits in recognition of their cooperation.
KEYWORDS:Justice Collaborator, criminal offense of murder, premeditated murder.
REFERENCES1) “Pemeriksaan Saksi Di Tingkat Penyidikan Dan Di Pengadilan - Klinik Hukumonline,” accessed July 10, 2023, Pukul 12:59 WIB, https://www.hukumonline.com/klinik/a/pemeriksaan-saksi-di-tingkat-penyidikan-dan-di-pengadilan-lt4ca459db4ecc2/.
2) Abdul Haris Semendawai “Penanganan dan Perlindungan Justice Collaborator dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia”, http://www.elsan.or.id/download/1308812895-penangan-dan-perlindungan- justice-collaborator-pdf/, diakses pada tanggal 16 Februari 2024.
3) Angka 9 huruf a dan b Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu
4) Anwar, M., Hukum pidana bagian khusus (KUHP Buku II), Bandung: Alumni, 1986, hlm. 93-94.
5) Arini Asriyani, “Legal Protection of a Witness Cooperating Person (Justice Collaborator) In Exposing the Criminal Acts of Corruption, IOSR Journal of Humanities And Social Science”, Vol. 23, issue 2, Ver. 11 (2018), hlm. 16.
6) Arman Jauhari, Slamet Tri Wahyudi, “Perspektif keadilan dalam optimalisasi peran Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban berupa pemberian kompensasi korban terorisme.” National Conference on Law Studies (NCOLS), Vol. 5. No. 1 (2023).
7) Beniharmoni Harefa, dan Nurul Bazroh, "Pembuktian Gratifikasi Seksual dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi, Vol. 3 No. 2 (2022), hlm. 44-52. DOI: https://doi.org/10.51370/jhpk.v3i2.83
8) Beniharmoni Harefa, et al., Pemberantasan korupsi di Indonesia pada masa pandemi Covid-19, Deepublish, 2022, hlm. 9.
9) Desi Anwar, Kamus Lengkap 1 Milliard Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Amelia, Surabaya, 2013, hlm. 196.
10) Eko Hadi Purnomo, “Analisis Yuridis Tentang Tanggungjawab Pidana Terhadap Saksi Yang Memberikan Keterangan Palsu Dalam Perkara Pidana”, Doctoral dissertation, Universitas Islam Kalimantan MAB, 2022, hlm. 5.
11) Firman Wijaya, Wistle Blowes dan Justice Collaborator dalam Perspektif Hukum, Penaku, Jakarta, 2012, hlm. 11. http://thezmoonstr.blogspot.com/2013/01/whistleblower-dan-justice- collaborator_24.html diakses pada tanggal 16 Februari 2024
12) Institute For Criminal Justice Reform, “Problem Penetapan Bagi Pelaku Yang Bekerjasama Masih Terjadi di Pengadilan, Hakim dan Jaksa Masih Belum Sepakat Soal Status Pelaku Yang Bekerjasama”, https://icjr.or.id, 13 Juni 2016.
13) Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penulisan Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, 2006, hlm. 46.
14) Lestari, N. N. R. D., Dewi, A. A. S. L., & Widyantara, I. M. M., “Justice collaborator dalam Pengungkapan Kasus Tindak Pidana Pembunuhan”, Jurnal Analogi Hukum, Vol. 5 No. 1 (2023), hlm. 9.
15) M. Yahya harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHP: Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2002, hlm. 76.
16) Mahrus Ali, Dasar-dasar hukum pidana Indonesia, Cetakan ke 2, Sinar Grafika, Jakarta, 2012.
17) Mia Amiati Iskandar, Perluasan Penyertaan Dalam Tindak Pidana Korupsi Menurut UNCATOC 2000 dan UNCAC 2003, GP Press Group, Jakarta, 2013, hlm. 222.
18) Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hlm. 61.
19) Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2009, hlm. 122.
20) Naskah asli Undang-undang Perlindungan Saksi Zeugenschutzgesetz tahun 1998 di http://www.datenschutz-erlin.de/recht/de/ggebung/zeugen.html
21) Padmo Wahyono, Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum, PT. Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986, hlm. 17-18.
22) Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
23) Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
24) Pasal 184 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
25) Prodjodikoro, R. W., Hukum acara pidana di Indonesia, Sumur, Bandung, 1997, https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=502758.
26) Rumadan, I., Peran Lembaga Peradilan Sebagai Institusi Penegak Hukum Dalam Menegakkan Keadilan Bagi Terwujudnya Perdamaian. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional, 2017.
27) SEMA RI Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi yang Bekerjasama (justice collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
28) Sukismo, Karakter Penulisan Hukum Normatif dan Sosiologis, Penerbit Puskumbangsi Leppa UGM, Yogyakarta, 2008, hlm. 8.
29) Supriadi Widodo Eddyono, “Prospek perlindungan Justice Collaborator di Indonesia, perbandingannya dengan di Amerika dan Eropa”, Jurnal Perlindungan, Vol. 1 No. 1 (2011).
30) Surya Jaya, Perlindungan Justice Collaborator dalam sistem pengadilan, Elsam, Jakarta, 2010.
31) United National Office on Drugs and Crime, hlm. 19
32) United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) telah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi.
33) Utomo, N. P., “Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Penjara Seumur Hidup Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Berencana (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Sleman)”, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, 2013, hlm. 1.
34) Wicipto Setiadi, Beniharmoni Harefa. “The principle of reversal burden of proof in act of money laundering in Indonesia.” International Journal of Innovation, Creativity and Change, Vol. 9 No.7 (2019), hlm. 197-209.
35) Y. C. Tofik, KPK dan Kewenangan Penetapan Status Justice Collaborator, Cet. 1, PT. Sangir Multi Usaha, Jakarta, 2022, hlm. 4.
36) Yanri, F. B., Pembunuhan berencana, Jurnal Hukum dan Keadilan, Vol. 4 No. 1 (2017), hlm. 38.